![]() |
Tim Survei BPPTKG Ke Puncak Merapi |
Hasil survei
di puncak Merapi tidak ditemukan jejak awan panas. Material yang ada di puncak
merupakan hasil pendobrakan kubah lava 2010. Sedang lontaran material akibat
letusan pada 18 November hanya mencapai radius 400 meter dari puncak. Lontaran
mengarah ke Kali Gendol dan sebagian ke Kali Senowo.
Demikian hasil survei Tim Observasi Balai
Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG)
Yogyakarta. Survei dilakukan untuk mengetahui ihwal letusan pada Senin 18
November 2013 lalu.
Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG Dra Sri
Sumarti dalam konferensi pers menjelaskan, timnya tidak menemukan jejak awan
panas di puncak Gunung Merapi. Tim tidak menemukan material baru (juvenil) dari
perut bumi di puncak, sehingga dapat dipastikan letusan 18 November 2013 bukan
magmatis, melainkan letusan freatik yang melontarkan pecahan kubah lava 2010.
Dijelaskan, data alat pemantau juga tidak
merekam gempa awan panas, sehingga disimpulkan yang terjadi letusan freatik.
“Kejadian itu cuma tercatat sekali single event dan setelah itu tidak terjadi
sesuatu,” katanya.
Letusan 18 November lalu telah
menimbulkan rekahan sepanjang 230 meter yang mengarah ke tenggara-barat laut,
mengikuti bukaan kawah dari arah Gendol. “Pusat letusan 18 November bentuknya
memanjang. Itu sebetulnya bukan retakan, karena tidak menimbulkan deformasi
(penggembungan) di kanan-kiri rekahan itu,” kata Kepala BPPTKG Drs Subandriyo
MSi.
Menurut Subandriyo, letusan freatik
diakibatkan tekanan uap yang sangat kuat, bukan karena tekanan magma dari dalam
perut bumi. Kejadian ini merupakan single event yang terjadi sekali, setelah
itu kondisi kembali normal. Ini berbeda dengan letusan magmatis yang pasti
diikuti event lanjutan. “Fakta di lapangan menunjukkan aktivitas Merapi masih
normal, tidak ada indikasi peningkatan aktivitas pascaletusan 18 November,”
tuturnya.

Subandriyo menambahkan, letusan freatik
single event sebelumnya pernah terjadi Agustus 1990. Ini menunjukkan karakter Merapi
tidak berubah pascaerupsi 2010. “Memang terjadi perubahan morfologi yang
menyebabkan letusan-letusan seperti pada 18 November belakangan lebih sering
terjadi. Tapi secara umum karakter Merapi tetap, tidak berubah,” ungkapnya.
Bukti karakter Merapi tidak berubah
adalah terbentuknya kubah lava yang mengakhiri proses erupsi 2010. Karena itu
dia tidak setuju dengan pendapat bahwa Merapi mempunyai sistem terbuka (open
system) pascaerupsi 2010. “Open system itu kalau kantung magma di bawah kontak
langsung dengan udara tanpa halangan apa-apa. Nyatanya, erupsi 2010
menghasilkan kubah lava dengan tinggi 20-33 meter dari dasar kawah,” jelasnya.(krjogja)
Posting Komentar